Senin, 14 Desember 2015

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN (III)

RUANG TERBUKA HIJAU

Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:
·         kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;
·         kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;
·         area pengembangan keanekaragaman hayati;
·         area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;
·         tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;
·         tempat pemakaman umum;
·         pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;
·         pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis;
·     penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta kriteria pemanfaatannya;
·         area mitigasi/evakuasi bencana; dan
·  ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.

FUNGSI DAN MANFAAT
Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
·         memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota);
·         pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar;
·         sebagai peneduh;
·         produsen oksigen;
·         penyerap air hujan;
·         penyedia habitat satwa;
·         penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
·         penahan angin.
Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
1.       Fungsi sosial dan budaya:
·         menggambarkan ekspresi budaya lokal;
·         merupakan media komunikasi warga kota;
·         tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.
2.       Fungsi ekonomi:
·         sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur;
·         bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain.
3.       Fungsi estetika:
·         meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;
·         menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
·         pembentuk faktor keindahan arsitektural;
·         menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.
Manfaat RTH
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
1.      Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
2.    Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).

Tipologi RTH
Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:
·         Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.
·         Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
·         Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
·         Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.
Penyediaan RTH
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
·         Luas wilayah
·         Jumlah penduduk
·         Kebutuhan fungsi tertentu
Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
·         ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
·     proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
·      apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.
·    Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.
·         250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
·         2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
·         30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan
·         120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan
·   480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.
Prosedur Perencanaan
Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai berikut:
·         penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat;
·         penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;
·         tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi:
·         perencanaan;
·         pengadaan lahan;
·         perancangan teknik;
·         pelaksanaan pembangunan RTH;
·         pemanfaatan dan pemeliharaan.
·      penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh masyarakattermasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan;
·         pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
·         mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing  daerah;
·     tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya;
·         tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH;
·         memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH;

·         tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis.

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA BANDUNG

Ruang terbuka hijau (RTH) yang identik dengan area pepohonan atau tumbuhan hijau di suatu kawasan merupakan fasilitas kota yang memiliki banyak manfaat. Dalam Permen PU. No. 05 Tahun 2008 dijelaskan bahwa RTH merupakan area memanjang/jalur dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. RTH memiliki beragam fungsi meliputi fungsi ekologis, sosial budaya, estetika dan ekonomi. Salah satu fungsi dari RTH perkotaan (urban forest) pada aspek ekologis yang saat ini banyak dibahas oleh berbagai kalangan terkait dengan perannya baik dalam konteks penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) maupun penetralisir polusi udara perkotaan terutama karbon dioksida (CO2) adalah fungsinya sebagai reservoir karbon. Fungsi praktis yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat saat ini terkait dengan keberadaan RTH adalah adanya taman-taman sebagai tempat beraktivitas seperti adanya taman-taman tematik yang digagas oleh pemerintah Kota Bandung.
Berdasarkan aspek fisik, Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan dapat dibedakan menjadi RTH alami seperti kawasan lindung dan RTH non alami atau RTH binaan seperti taman, lapangan olahraga, jalur hijau dan pemakaman. Dengan pengelompokan jenis tersebut, RTH memiliki beragam fungsi baik intrinsik (fungsi utama) maupun ekstrinsik (tambahan). Fungsi ekologis merupakan fungsi utama dari RTH diantaranya adalah pengatur iklim mikro, penyerap polutan, produsen oksigen, penyerap hujan, dan sebagainya. Fungsi tambahan dari RTH terdiri atas fungsi sosial budaya, ekonomi dan estetika. Pada fungsi tambahan RTH berfungsi dalam beragam aspek, yaitu sosial budaya: RTH berfungsi diantaranya sebagai wadah dan objek penelitian, tempat rekreasi, media komunikasi warga kota dan lain lain; aspek ekonomi: sebagai sumber pendapatan dengan produksi dari pertanian, perkebunan, kehutanan yang dapat dijual; estetika: memperindah lingkungan kota, meningkatkan kenyamanan, menstimulasi kreativitas warga kota, dan sebagainya.
Mengingat fungsi RTH yang sangat penting dalam menunjang pembangunan suatu wilayah atau kota, pengembangan RTH sudah menjadi keharusan. Pengembangan RTH dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan. Selain dari aspek fisik dan fungsi, pendekatan struktur dan kepemilikan juga dapat menjadi acuan. Secara struktur, RTH dapat dikembangkan dengan pendekatan ekologis dengan mengikuti konfigurasi ekologis seperti danau, sungai, bukit atau pun pola planologis dengan mengikuti struktur perkotaan. Berdasarkan status pemilikannya, RTH perkotaan dibedakan menjadi RTH publik yang berada di lokasi lahan publik atau dimiliki pemerintah dan RTH privat yang berlokasi pada lahan privat yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas. Contoh RTH publik diantaranya adalah taman-taman kota, pemakaman umum, sempadan jalan, sempadan sungai, sempadan rel kereta dan sempadan SUTT (tegangan tinggi). Contoh dari RTH privat adalah area hijau di kawasan pemukiman, militer, perkantoran, pendidikan, perdagangan dan industri.


Taman kota sebagai bagian dari RTH perkotaan banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana rekreasi. Taman Balai Kota (atas); Taman Anggrek (bawah)

TPU Ciburuy sebagai pemakaman umum merupakan salah satu contoh dari RTH publik.


Sempadan jalan merupakan bagian dari RTH publik yang berfungsi salah satunya sebagai peneduh jalan dan penetralisir polusi udara.


Taman di kawasan perkantoran merupakan salah satu bagian dari RTH privat yang tidak hanya berfungsi mempercantik kawasan akan tetapi juga bermanfaat dalam menghasilkan oksigen di kawasan tersebut.
Saat ini, pemerintah setiap kota termasuk Kota Bandung diharuskan untuk meningkatkan luasan RTHnya hingga mencapai 30 % dari total luas wilayah seperti yang disebutkan dalam Undang- Undang Nomor 26 tentang Penataan Ruang (UU No. 26/2007) yang mengharuskan kota/kabupaten memiliki RTH seluas 30 persen di wilayahnya yang mencakup 20 % RTH publik dan 10 % RTH privat. Dalam Master Plan Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung 2012-2032 disebutkan bahwa total luas ruang terbuka hijau (RTH) eksisting Kota Bandung pada tahun 2011 adalah, 1.910,49 hektar (ha), 11,43 % dari luas kota. Dari luas total tersebut, luas RTH publik sebesar 1.018,54 hektar (ha) atau 6,1 % dan RTH privat 891,95 hektar (ha) atau 5,33 %. Jumlah tersebut tidak lepas dari ancaman pengurangan setiap tahunnya akibat alih fungsi RTH menjadi area terbangun untuk mendukung aktivitas masyarakat, sebagai konsekuensi dari pertambahan jumlah penduduk kota Bandung. Kebutuhan masyarakat akan perumahan, kantor, pertokoan dan fasilitas bangunan lainnya menyebabkan perubahan tersebut tidak dapat dihindari. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah kota Bandung dalam melakukan pengembangan RTH di Kota Bandung.
Terkait dengan peningkatan luasan RTH, pemerintah Kota Bandung telah memuat rencana ini dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2031 seperti yang diuraikan pada Tabel 1. Rencana penambahan RTH dari 1.910, 49 ha menjadi 5.104,14 ha akan diwujudkan melalui pemanfaatan kawasan yang potensial dijadikan RTH. Lahan potensial yang dimaksud meliputi kawasan terbangun dan tidak terbangun dengan luas area mencapai 16.803,61 ha. Dibutuhkan kerja sama dan partisipasi dari semua elemen masyarakat untuk mendukung rencana pemerintah ini mengingat pengembangan RTH merupakan hal penting akan tetapi rawan konflik mengingat kepemilikan dan pengelolaannya yang tersebar pada ranah publik dan privat.
KESIMPULAN
Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, untuk menunjang kehidupan masyarakat yang aman dan nyaman, dibutuhkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%.
Pengertian Ruang terbuka hijau itu sendiri adalah Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
RTH sendiri memiliki fungsi utama sebagai paru-paru kota, pengatur iklim mikro, sumber oksigen, resapan air dan penyerap polutan dsb.
Melihat kondisi di Indonesia tinggi akan polusi udaranya akibat gas buangan kendaraan yang padat serta bencana alam banjir yang sering terjadi, tentunya Program RTH ini wajib dilaksanakan. Tetapi saat ini RTH minimal 30% belum dapat dicapai kota-kota yang ada di Indonesia, akibat pembangunan RTH yang tidak bertahap dan tidak konsisten serta pengerukan tanah untuk bangunan-bangunan dan infrastruktur kota.






Minggu, 08 November 2015

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN (II)

PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA

PEMBANGUNAN JALAN TOL CISUMDAWU


Cisumdawu adalah sebuah tol dengan panjang 60 km, dari jalan Tol Trans Jawa yang berada di Jawa Barat menghubungkan daerah Cileunyi - Sumedang - Dawuan atau Jalan Tol Padaleunyi dengan Tol Palimanan-Kanci keseluruhan menggunakan lahan seluas 825 Ha.


Proyek Pengerjaan
Pada 29 November 2011, Menteri Pekerjaan Umum Djiko Kirmanto bersama Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan melakukan peletakan batu pertama proyek jalan tol ini. Peletakan batu pertama ini dilakukan di interchange Rancakalong Desa Citali, Kelurahan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Kemudian pada 25 Oktober 2013, Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mizwar meninjau proyek pembangunan jalan tol ini. Deddy berharap tol ini akan selesai pada tahun 2016 mendatang, bersamaan dengan proses pembangunan Bandar Udara Internasional Kertajati di Majalengka

Tahap pekerjaan

Pembangunan jalan tol ini akan dibagi menjadi 6 tahap, yakni
·         tahapan Cileunyi–Tanjungsari sepanjang 12.0 km,
·         tahapan Tanjungsari–Sumedang sepanjang 17.51 km,
·         tahapanan Sumedang-Cimalaka sepanjang 3,73 km,
·         tahapan Cimalaka-Legok sepanjang 6,96 km,
·         tahapan Legok ke Ujungjaya 16,35 km , dan
·         tahapan Ujungjaya ke Kertajati 4.0 km.
          Penandatanganan kontrak paket konstruksi pembangunan Tol Cisumdawu (Cileunyi/Bandung-Sumedang-Dawuan) tahap II seksi 2 sepanjang 10,1 km. Tol ini dibiayai oleh pendanaan dari pemerintah China.
       Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU dan Pera) Basuki Hadimuljono menandatangani paket kontruksi pembangunan jalan tol Cisumdawu bersama para konsorsium kontraktor yang terdiri dari perusahaan China dan BUMN konstruksi. 
         Kontraktor konsorsium antara lain Metallurgical Corporation of China Ltd, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Nindya Karya (Persero), PT Waskita Karya (Persero) Tbk, yang memenangkan lelang proyek senilai Rp 3,48 triliun.
        Panjang seluruhnya seksi 2 ini adalah 17,35 km. Pekerjaan yang ditanda tangani kontraknya hari ini adalah tahap II dari seksi 2 yaitu sepanjang 10,1 km dengan nilai kontrak Rp 3,48 triliun.
     Tol Cisumdawu akan dibangun sepanjang 60,28 km dengan kebutuhan anggaran sekitar Rp 5 triliun. Rencana konstruksi akan dibagi dalam 6 seksi yaitu seksi I Cileunyi-Rancakalong sepanjang 9,80 km, seksi II Rancakalong-Sumedang sepanjang 17,51 km, Seksi III Sumedang-Cimalaka 3,73 km, Seksi IV Cimalaka-Legok 6,96 km, Seksi V Legok-Ujungjaya 16,35 km, dan seksi VI Ujungjaya-Kertajati sepanjang 4 km.
        Pada 29 November 2012 pembangunan seksi I telah dimulai dengan panjang 6,3 km dengan nilai kontrak Rp 1,022 triliun dengan pendanaan 90% pinjaman Tiongkok dan 10% APBN murni dan diharapkan selesai pengerjaannya 2014. Sedangkan pekerjaannya sendiri dikerjakan oleh konsorsium Shanghai Construction Group (Tiongkok) dengan Wijaya Karya dan Waskita.

Galeri Project











Minggu, 04 Oktober 2015

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN

Stasiun Pengisian Bensin dan Motel


Salah satu proyek terbaru yang dirancang oleh Damith Premathilake adalah pom bensin dan motel yang terletak di Ampara, Sri Lanka yang dirancang dengan struktur elegan dalam lanscape pinggiran kota. bangunan ini didominasi oleh stuktur beton namun halus karena void ditempatkan secara strategis difasad. Sebuah kubus diproyeksikan dari lantai dua dan tiga untuk mengoptimalkan pemandangan danau diseberang bangunan. dan ketika malam hari kubus kaca akan berubah bagaikan sebuah lentera yang indah.



Struktur atap tidak didukung oleh empat kolom namun diubah lebih sederhana seperti struktur tulang yang tidak hanya mendukung atap tetepi juga menjadi bagian unit pompa bensin. konsepnya adalah menggabungkan fungsi komersil dan residensial. Keindahan proyek ini terletak dalam kesederhanaan perencanaannya. lantai dasar berfungsi sebagai tempat pelayanan, lantai 2 dan seterusnya adalah kamar motel. 

Bentuk Kerjasama dan Peran Pelaku

1. Arsitek : Damith Premathilake
  • Melakukan proses desain perencanaan perancangan bangunan
  • pengetahuan fisik dan fisika bangunan
  • Pengetahuan industri konstruksi dalam perencanaan
  • Penerapan batasan anggaran dan peraturan bangunan
  • Pengetahuan manajemen proyek

2. Klien/Owner : Mr.K.V Nihal
  • Menunjuk dan mengangkat wakilnya bagi kebutuhan perencanaan dan pelaksanaan. Dalam hal ini mengangkat kontraktor pelaksana, pengawas proyek dll.
  • Mengesaikan keputusan yang menyangkut biaya, mutu dan waktu pelaksanaan.
  • Menyelesaikan perselisihan menyangkut proyek yang terjadi antara bawahannya dengan pihak pemborong.
  • Menyediakan dan mengusahakan pendanaan bagi kontraktor pelaksana.
  • Meberikan keputusan menyangkut perubahan waktu pelaksanaan dengan memperhatikan pertimbangan yang diberikan oleh konsultannya.

3. Drafter :
  • Membuat shop drawing yang akan dilaksanakan dengan dikoordinasikan oleh pelaksana.
  • Menyiapkan gambar dari revisi desain dan detail desain yang dibutuhkan untuk kegiatan pelaksanaan dilapangan.
  • Menghitung volume berdasarkan data lapangan dan melaporkan pada administrasi teknik.
  • Menjaga peralatan gambar yang digunakan dalam kondisi bagus.
Galeri Project

Denah





Potongan 




Desain











Proses Pembangunan






Referensi :
https://www.google.com/search?q=filling+station+and+motel+at+ampara+sri+lanka&oq=fi&aqs=chrome.0.69i59j69i57j69i60.5922j0j4&sourceid=chrome&es_sm=122&ie=UTF-8
http://www.kompasiana.com/farid_wadjdi/peran-arsitek-pada-proyek-konstruksi_552ff91b6ea834e5788b45d1